Selasa, 18 Maret 2008

Sayapku Patah

“Kau napa Han?” Tanya Ega, Syafa dan Sisi berbarengan saat mereka sampai tepat di kamar milik Hana. Hana menyuruh mereka untuk segera menemuinya.

“Hiks….Hiks….Hiks…” sambutnya dengan tangis. Ia lalu bergegas bangun dari tempat tidurnya yang mungkin basah kuyup karena tangisannya mereda disana.

“Bilang, kamu kenapa?” Syafa mendekat dan duduk disamping Hana diikuti Egad an Sisi yang masih sunyi mengkhawatirkan keadaan Hana. Ketiganya masih bisu.

“Hiks…Hiks…Hiks…” Masih dengan tangisannya sembari mengelap bekas air mata yang tadi mengalir di pipinya.

“Jangan bilang karena Dimas!!!” Ega pelan menyurigai. Baik Ega, Syafa atau Sisi yang ada satu pikiran di dalam otaknya masing-masing dan pula muncul sebuah pertanyaan yang besar, karena Dimas kah??“ Ya….. Karena Dimas….” Hana lantang mengeluarkan uneg-unegnya. Ketiganya langsung kompak untuk mengambil napas panjang.

“ Duh….” Sisi ikut nimbrung. “Kau tak pernah bosan ya??” Lanjutnya. “Selalu menangis Dimas yang begitu??” Lanjutnya untuk yang kedua kalinya. “ Payah kamu Han.” Usainya sembari duduk terengah di samping Ega.

Bagi tiga orang ini Ega,Syafa dan Sisi, sudah terlalu bosan untuk mendengar keluhan Hana tantang Dimas, lelaki yang sudah 6 bulan menjadi pacarnya. Sebenarnya sudah sejak dulu Hana disakiti oleh Dimas. Tapi ujung-ujungnya merekalah yang selalu mendengarkan jeritan Hana. Hana terlalu menyukai Dimas dan Hana sering sekali menangis hanya karena sikap Dimas yang terlalu kekanak-kanaakan. Jika dihiting, sudah ribuan kali Hana menangis hanya karena keegoisan Dimas dalam hal-hal yang sepele. Karena Hana lupa mengucapkan selamat ulang tahun, lupa membawa barang yang ingin Dimas pinjam, dan bahkan karena Hana lupa membuatkan makanan yang disukai oleh Dimas dan masih banyak lagi hal-hal sepele yang membuat Hana menangis. Kali ini, Hana merasa tidak enak hati pada Dimas hanya karena Hana lupa membawa uang yang ingin Dimas pinjam untuk membayar uang bulanannya.

“Sudahlah…” Syafa mengelus halus rambut Hana.

“Lagian kamunya juga sih Han, Kamu kok cengeng banget jadi cewek?!!” Ega lantang berpendapat, seperti biasa pendapat Ega sangat pedas. Beginilah, diantara mereka Ega lah yang sangat sensitive dan asal ceplas-ceplos kalau berpendapat.. ia langsung berbicara tanpa pernah berfikir perasaan orang lain. Hana langsung menatap sinis Ega. Ada sakit hati lainnya selain Dimas. “Kenapa aku bisa mempunyai sahabat sekurang ajar Ega??” Keluhnya dalam hati.

“whaaaaaaa….” Hana yang cengeng itu langsung menangis kencang membuat ketiga sahabatnya menutup telinga erat-erat.

“Gila lo Han” Ega menepuk pundak Hana yang cepat membuat Hana membisu seketika.

“sorry deh…” Syafa ikut membantu pereselisihan yang terjadi. Begitu juga dengan Sisi yang sekarang mulai sibuk sendiri.

Sore ini ketiganya menemui Hana yang sedang sedih akibat Dimas. Rencana awal mereka hanya ingin menghibur si ratu cengeng itu, namun kenyataannya sangatlah jauh berbeda. Sisi sibuk dengan gebetannya, sedangkan Ega semakin mengompori pertengkaran itu.

“Kamu napa sih Han?” Ega memulai rapat serius ini.

“ Kenapa apa? Aku baik-baik aja, kalian liat kan?” Hana menanyakannya kepada Syafa dan Ega. Keduanya memangguk, sedangkan Sisi sibuk dengan hapenya.

“Mungkin maksud Ega, kamu kenapa bias begini?” Syafa mengintrogasikannya lagi. “Kayak gimana?” “Ya… kayak gitu…”Syafa tak berani mengatakannya pada hana secara blak-blakan apa yang ada di benaknya. Mengapa kau sebodoh itu untuk menangisi hal yang tidak penting sama sekali?

“Memang kaya gimana?”

“mengapa kamu bego banget??? Kenapa kamu suka nyiksa diri sendiri dengan masalah yang tidak penting. Kenapa kamu selalu nangisin Dimas?? Padahal sudah jelas bukan kamu yang salah. Kenapa kamu sebodoh itu Han? Kayaknya kamu terlalu mengnggap Dimas adalah segalanya untuk kamu. Kenapa kamu kayak gini?” yah satu lagi peluru dari bibir Ega meluncur dengan cepatnya. Hana langsung diam. Ia tak bias mengatakan apapun. Ia mengerti selama ini teman-temannya tidak pernah menyetujui hubunganya dengan Dimas.

“ Eh maaf-maaf, aku kedepan dulu yah. Aku mau beli pulsa. Pulsaku abis. Aku pengen cepet-cepet smsan sama Aga. Ntar kalo nggak PDKT ku bias hancur deh….Yah??” Potong Sisi sambil berlalu begitu saja. Begitulah Sisi, ia sekarang sedang tergila-gila dengan Aga. Maklumlah, ini pertama kalinya ia jatuh cinta sama cowok. Setelah Sisi berlalu, keadaan kembali sunyi dan bertambah tegang.

“Maaf Han baik aku, Syafa, ataupun Sisi tak pernah setuju kamu pacaran sama Dimas.” “ Kenapa? Kalian kan sahabatku..” Tanya Hana “ Kenapa kalian begitu? Terutama kamu Ga. Kenapa kamu tega ngomong kayak gitu? Kau tak pernah peduli terhadapku. Kau tak pernah peduli akan masalahku.” Begitulah Ega, ia sangatlah tertutup. Ia memang paling cuek diantara mereka berempat. Ega sangat tertutup akan kehidupannya. Yang membuat mereka senang bersahabat dengan Ega karena Ega yang kuat, tegar dan kuat.

“Karena Dimas selalu menyakitimu.” Sela Syafa. “Apa yang kau tahu tentang hidupku? Kau tidak tahu apa-apa tentangku kau tidak tahu apa-apa tentang aku.” Bentak Hana. “Aku tidak pernah tahu apa-apa tentangmu walau kita sudah lama bersahabat.” Jawab Ega. “Aku membenci Dimas. Aku membencinya sejak ku bertemu dengannya pertama kali. Aku sudah bilang padamu tentang Dimas yang sebenarnya. Tetapi kenapa? Kenapa masih saja kau menyukainya? Sekarang lihatlah!! Kau menangis dan terus menangis karenanya, apa kau bangga?” Lanjutanya Ega seraya membentak Hana.

“sudahlah…. Kau tak usah membentakku seperti itu. Itu hakku. Ingin mencintainya atau tidak itu urusanku.” Hana pun berteriak membentak Ega sambil menangis. “ Dengar Hana!! Itu bukan hanya urusanmu. Itu juga urusan kami. Kami adalah sahabatmu Hana. Kau harus ingat itu!!” Syafapun ikut menangis. “Hah sahabat sih sahabat. Tapi apa hak kalian untuk melarangku mencintai Dimas. Itu adalah jalan hidupku dan bukan jalan hidup kalian.” “ Itu karena kami sayang padamu Han.” Syafapun menangis lagi. Ada bening di matanya jatuh.

“Sayang? Kalau kalian saying padaku semestinya kalian membiarkanku hidup bahagia bukan??” Bentak Hana lagi “Hah!! Bahagia??” Ega menelan ludah,”aku Tanya padamu apa kau senang dibuatnya menangis? Apa kau bahagia untuk melakukan berbagai hal karena ia yang menyuruhmu?” Ega berteriak kencang. Hanapun menunduk dan iapun menangis lagi.

“Tahu apa kau tentang kebahagiaanku?” Ia merintih lagi. Ia memeluk dirinya sendiri erat merasakan getir sesuatu. Ia menangis tertahan. Selain ia menyadari kebodohannya, ada sesuatu juga yang mengiris hatinya, entah apa itu tidak ada yang tahu.

“Han, maafkan kami…” Syafa mengelus pundak Hana. Ia masih terdiam sembari menangis terintih. Ega menghembuskan nafasnya.

“ Ayo kita pulang, tak ada gunanya di sini, toh kita tak pernah didengarnya…” Ega menarik lengan Syafa dengan kasar. Ia langsung meninggalkan kamar Hana.

Baik Ega maupun Syafa masih amat kesal terhadap sikap yang barusan Hana tunjukkan kepada mereka. Hana adalah pribadi yang keras, itu salah satu alas an mengapa keduanya masih belum bias menerima Hana sepenuhnya. Keduanya hanya bias memendam rasa kesalnya di benak masing-masing. Saat di pintu gerbang rumah Hana, Sisi baru datang. “ Ke mana aja sih??Katanya Cuma beli pulsa?? Counternya kan deket, kok lama..??” Syafa menegur Sisi yang masih sibuk dengan HPnya. “ He… Sekalian smsan… Maaf yah.. Mo pulang? Udah baikan dong si Hana?” “ Tau !” Ega kasar menjawab. Hana melihat kedekatan ketiganya dari jendela kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia merindukan suasana itu. Ia ingin di antara mereka. “ Kenapa di saat aku ingin dihibur mereka meninggalkanku?”

Saat ketiganya menunggu taksi lewat, tiba – tiba saja kucing kesayangan Hana, si Moi ada di tengah jalan yang diseberangnya ada mobil yang melaju kencang. Tanpa pikir panjang, Ega langsung menyelamatkan kucing sahabatnya itu karena ia tak ingin sahabatnya sedih lagi. Tak ayal, mobil itu menabrak Ega yang menyebabkan tubuhnya terlempar jauh. Banyak darah keluar dari tubuh Ega yang menyebabkan Syafa dan Sisi gemetar. Sebenarnya, Hana ingin turun dari lantai atas dan ikut menolong Ega. Namun, karena egonya yang besar, niat itu diurungkannya bahkan ia berusaha untuk tidak memikirkan Ega. Sementara, Syafa dan Sisi terus berada di samping Ega yang sedang dibawa ke rumah sakit terdekat dengan mobil yang menabraknya tadi, untuk mendoakan.

Hana keluar dari kamarnya dengan sisa – sisa tangisan. Ia tak lagi memikirkan ketiga sahabatnya yang mungkin kini sedang mengkhawatirkannya. Ia langsung duduk dan menonton tv. Walaupun sebenarnya ada sedikit gusar dihatinya akan keadaan Ega, ia terus berpikir bahwa Ega akan baik – baik saja. Lalu, ia menyalakan tv dan memilih program berita. “ Malang yang ditimpa 3 wanita ini. Kejadiannya sekitar sore tadi pukul 15.34. Tiga mayat perempuan berusia remaja ini ditemukan tergeletak di jl.Jambu bersama mobil yang hancur seketika akibat bertabrakan dengan truk gandeng. Salah seorang korban selamat memberitahukan kronologisnya. Ia mengatakan bahwa ia mengenal ketiga orang itu baru saja karena ia telah menabrak salah satu dari ketiga anak itu secara tak disengaja. Ketika di jalan menuju rumah sakit, tiba – tiba saja ada truk gandeng yang menabrak mobil saya dari belakang. Truk itu membawa alat berat yang sangat besar yang membuat tiga wanita itu terjepit dan mati seketika…”

Deg…Hati Hana langsung hancur melihat siaran itu. Meski wajah ketiga orang itu berlumuran darah, Hana sangat mengenalinya. Air matanya mengalir deras. Itu wajah Ega, Syafa dan Sisi. Ia langsung bergegas ke rumah sakit itu untuk menemui jenazah ketiga sahabatnya itu.

Ia sampai di ruang mayat dan menemukan apa yang dia cari..

“ Ega…Syafa…Sisi…” suaranya lirih. Air matanya deras mengalir. “ Kenapa kalian tega melakukan ini semua kepadaku? Aku sekarang benar – benar kehilangan kalian. Maafkan aku yang bodoh ini…!!” teriaknya kencang. Percuma ia berteriak, itu tak bisa membuat mereka hidup lagi.

“ Kenangan kita bergulir lagi. Ada senyum di raut wajahmu yang tak pernah kulupakan. Dan sekarang, kenangan itu hancur. Aku memimpikannya, kawan. Kau yang biasa mendengarkan tangisanku, kau yang biasa mendengar gusarnya hatiku. Lalu kau? Kemana? Lihatlah ini,detik barusan kau memarahiku, memberiku banyak nasihat pembangun yang sebelumnya tak pernah kusadari, lalu sekarang? Detik sekarang? Apa yang kau lakukan kepadaku? Banyak tetes madu yang kau beri.. Aku takkan melupakanmu,, Terima kasih atas madu yang kau beri.. Terima kasih telah mengisi hariku yang kosong dengan tingkahmu, akupu kadang kesal dengan banyak sifat yang tak ku suka darimu. Namun aku menyadari, tak ada satupun di dunia ini yang sempurna. Aku akan menunjukkan padamu bahwa aku bisa jadi tegar, tak menangis lagi, seperti yang selalu kau katakana kepadaku. Terima Kasih. Selamat jalan sahabatku……”